Pewarta : Nurul Ikhsan | Editor : Nurul Ikhsan
ASIASATU.com, Jakarta – Seorang guru di Madrasah Aliyah (MA) di Pilangwetan, Kecamatan Kebonagung, Demak, Jawa Tengah dibacok murid laki-laki berinisial AR. Peristiwa terjadi pada Senin (25/9/2033) di sekolahan tersebut.
Menurut keterangan pihak Kepolisian, peristiwa diawali dengan penugasan dari guru korban yang tidak diselesaikan oleh anak pelaku pada batas waktu Sabtu (23/9), sehingga pada Senin (25/9) saat ujian tengah semester guru korban tidak mengijinkan anak pelaku mengikuti ujian tengah semester.
Terkait peristiwa tersebut, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyampaikan 6 poin sikap, antara lain, petama, FSGI menyampaikan keprihatinan terhadap peristiwa kekerasan berupa pembacokan dengan Arit yang dilakukan peserta didik di salah satu MA di Demak. FSGI menegaskan semua tindak kekerasan dengan alasan apapun tidak dibenarkan dan melanggar hukum;
Kedua, FSGI mendorong Kementerian Agama melakukan evaluasi dalam proses pembelajaran dan pendisiplinan peserta didik di MA tersebut, karena menurut keterangan pihak kepolisian, guru pelaku kerap melakukan kekerasan juga ketika mendisiplinkan peserta didik. Hal tersebut, patut diduga dapat menimbulkan dendam pada peserta didik termasuk anak pelaku;
Ketiga, FSGI juga mendorong pihak Kemenag RI untuk melakukan evaluasi terhadap aturan sekolah dalam pembelajaran bahwa jika peserta didik tidak mengumpulkan tugas dari guru maka peserta didik tersebut tidak boleh mengikuti ujian. Karena tidak ikut ujian inilah yang memicu anak pelaku melakukan kekerasan. Ketika tidak di berikan ijin mengikuti ujian, mungkin anak korban merasa panik, karena khawatir tidak naik kelas lagi. Padahal, dalam penilaian, seorang pendidik dilarang tidak mengijinkan peserta didik mengikuti ujian dengan alasan apapun, karena mengikuti ujian adalah hak siswa. Jika ybs tidak mengumpulkan tugas maka ujian bisa dilakukan di ruangan berbeda misalnya, bukan melarang anak mengikuti ujian;
Keempat, pihak FSGI mendorong Kementerian Agama mensosialisasikan dan menerapkan Permendikbudristek No 46/2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan (PPKSP) karena Kemenang sudah melakukan nota kesepahaman dengan Kemendikbudristek terkait penghapusan kekerasan di satuan pendidikan.
Kelima, FSGI mendorong pihak MA untuk menerapkan Pemerdikbudristek 46/2023 maupun disiplin positif dalam proses pembelajaran dan pembinaan terhadap peserta didik. Ketika siswa tidak mengerjakan tugas, maka seharusnya diselidiki penyebabnya melakui dialog, karena anak pelaku ternyata setiap malam bekerja di tukang nasi goreng demi membiayai sekolahnya.
“Mungkin dia kelelahan sehingga tidak mampu menyelesaikan tugas-tugasnya, sehingga perlu bimbingan dan waktu lebih untuk yang bersangkutan, dengan demikian anak merasa dibantu dan akan memunculkan tanggungjawab untuk tidak mengecewakan pihak sekolah yang sudah memahami situasi dan kondisi dirinya. Karena setiap anak pasti memiliki problem yang berbeda, orang dewasalah yang harus membantu anak mampu mencari jalan keluar dan memiliki tanggungjawab,” papar FSGI dalam keterangan resminya.
Keenam, FSGI mendorong pihak kepolisian untuk menerapakan UU No 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) karena dalam kasus ini anak merupakan pelaku pidana jika anak pelaku masih berusia di bawah 18 tahun. UU SPPA mengamanatkan proses hukumnya harus cepat dan tuntutan hukuman terhadap anak pelaku harus setengah dari hukuman orang dewasa.